PENTINGNYA PENDIDIKAN DALAM KELUARGA
PAI NON PNS KECAMATAN BERBEK BIDANG SPESIALISASI PEMBERDAYAAN WAKAF
Nganjuk 5 Januari 2021
Seorang anak
didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari
pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah
dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan memberikan corak warna
terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak, khususnya pendidikan
karakter.
Karena itu
Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan memberikan
konsep secara kongkrit yang terdapat dalam Al-
Qur‟an.
Dimana terdapat dalam Surat Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Qur‟an yang berkaitan
dengan pendidikan bagi anak, namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa
makna/definisi dari pendidikan dan arti anak itu sendiri.
A. Pengertian Pendidikan (Paedagogie)
Didalam
berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa pakar/ahli pendidikan sepakat
bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri dari kata
“PAIS” yang artinya anak dan kata “AGAIN” yang artinya membimbing. Jadi Paedagogie
secara bahasa diartikan bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut
istilah, pendidikan (paedagogie) diartikan oleh beberapa pakar sebagai
berikut:
1. Drs.H.Abu
Ahmadi dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati P
Pendidikan
pada hakekatnya adalah suatu kegiatan secara sadar dan disenagja serta penuh
rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak agar anak
tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus
menerus.
2. Ki Hajar
Dewantoro
Mendidik
adalah kegiatan menuntun segala kodrat/bawaan yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Dari
beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama
dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan
adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
B. Pengertian Anak
Menurut
Islam, anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang diembankan kepada
hamba-Nya yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam keadaan suci/fitrah. Karena
itu, tanggungjawab pendidikan seorang anak secara khusus dibebankan kepada
orang tuanya,
C.konsep pendidikan dalam islam
Selanjutnya
mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu
dalam Al-Qur‟an Surat Al-Isra‟ (17) ayat 23-24.
وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل
لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِي
“Dan
tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan „ah‟ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Qs. Al Israa‟ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, „Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil‟.” (Qs. Al Israa‟ [17]:24)
Takwil
firman Allah :
(Dan tuhanmu
telah memrintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan
„ah‟ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.)
Maksud ayat
ini adalah, wahai Muhammad, Tuhanmu telah menetapkan perintah-Nya kepada kalian
untuk tidak menyembah selain Allah, karena tiada yang patut disembah selain
Allah.
Dalam ayat
ini membahas 16 masalah :
Pertama
: “ Memerintahkan “. Maksudnya , memerintahkan, mengharuskan dan
mewajibkan.
Kedua :
Allah SWT memerintahkan bertauhid dan beribadah kepadaNya. Dan menjadikan bakti
kepada kedua orang tua selalu dibarengkan dengan beribadah kepada-Nya.
Sebagaimana telah membarengkan terimakasih kepada keduanya dengan bersyukur
kepada-Nya. Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Ketiga :
Termasuk berbakti kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku baik) kepeda
keduanya dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada keduanya.
Karena tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar.
Hal tersebut
dijelaskan dalam sunnah sebagaimana tercantum dalam shahih dari Abdullah bin
amru, “Sesungguhnya di antara dosa besar itu adalah seseorang yang mencaci
kedua orang tuanya”. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah (ada)
seseorang yang mencaci orang tuanya sendiri?”. Beliau menjawab, “ Ya
(ada),yaitu seseorang yang mencaci ayah orang lain berarti ia mencaci ayahnya sendiri,
kemudian ia mencaci ibu orang lain berarti ia telah mencaci ibunya sendiri.
Keempat
: durhaka terhadap orang tua adalah menentang maksud keduanya yang bersifat
mubah. Sebagaimana berbakti kepada keduanya adalah menuruti apa yang menjadi
maksud keduanya. Dengan demikian jika keduanya atau salah satu dari keduanya
memerintahkan suatu perintah kepada anaknya, mak ia wajib menaatinya jika
perintah itu bukan suatu kemaksiatan dan selama yang diperintahkan itu
merupakan hal hal yang mubah (boleh) dan termasuk mandub (dianjurkan). Sebagia
ulama berpandangan bahwa perintah kedua orang tua untuk hal-hal yang mandub
maka menjadi bertambah kuat ke mandubnya itu.
Kelima :
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,” Aku memiliki seorang
istri yang aku cintai. Sedangkan ayahku membencinya sehingga memerintahkanku
agar aku menceraikannya namun aku menolaknya.
Keenam :
Dalam Ash-Shahih terlansir riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata, “Datang
seorang pria kepadanya Nabi SAW lalu berkata,
“Siapakah
orang yang paling berhak aku perlakukan denga biak ?”
Beliau
menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau
menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau
menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau
menjawab, “Ayahmu”.
Hadist ini menunjukan bahwa kecintaan dan kasih sayang kepada ibu
harus tiga kali lipat dari kecintaan terhadap ayah. Hal itu karena Nabi SAW
menyebutkan ibu Sampai tiga kali, sementara Ayah hanya sekali saja. Jika makna
ini dihayati maka akan tearlihat jelas bahwa kepayahan mengandung, melahirkan,
menyusui, dan mendidik hanya khusus pada diri.
Ketujuh:
Bakti kepada orang tua tidak khusus ketika kedua orangtua itu muslim.Bahkan
sekalipun keduanya kafir,berbakti dan berbuat baik kepada keduanya tetap
wajib,apalagi jika keduanya kafir dzimmi (yang berhak hidup damai).Allah SWT
berfirman
“Allah tidak
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadp orang-orang
yang tiada memerangimu kaerna agam dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.”
(Qs.Al Mumtahanah [60]: 8)
Kedalapan:
Di antara berbuat baik kepada orang tua adalah jika ditentukan untuk berangkat
berjihad mak hendaknya berjihad dengan izin keduanya.”ada seorang pria datang
kepada Nabi SAW meminta izin untuk berjihad.Maka beliau menjawab ,”Ya”.beliau
bersabda,”Berjihad dengan berbakti pada keduanya.”
Sedangkan
lafazh Muslim di selain Ash-Shahih : Ia berkata,”Ya,aku meninggalkan keduanya
dalam keadaan menangis”.Beliau bersabda ,”Kembalilah dan buat keduanya tertawa
sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.”
Kesembilan :
para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan kedua orang tua yang musyrik,
apakah anaknya harus keluar dengan izinnya , jika jihad adalah salah satu
fardhu kifayah. Ats-Tsauri mengatakan,” tidak boleh berperang melainkan dengan
izin kedunya.”
Asy-Syafi‟i
berkata, “ boleh baginya berperang dengan tanpa izin keduanya.”
Ibnu Al
Mundir berkata, “ para kakek adalah para ayah sedangkan para nenek adalah para
ibu, sehingga seseorang tidak boleh beperang dengan izin mereka. Dan aku tidak
mengetahui adanya indikasi yang mewajibkan itu kepada saudara dan kerabat
lainnya.”
Sedangkan
Thawus melihat bahwa berbuat baik kepada saudara-
saudara
lebih baik dari pada jihad dijalan Allah „Azza wa Jalla.‟
Kesepuluh:
Diantara faktor menyempurnakan bakti kepada kedua orang tua adalah menyambung
silaturrahim kepada para sahabat atau temannya. Rasulullah juga memberikan
hadiah kepada kawan-kawan Khadizah sebagai bakti beliau kepadanya dan memenuhi
janjinya, karena dia adalah istri beliau. Maka apalagi apalagi dengan kedua
orang tua.
Kesebelas:
Firman Allah SWT: “jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.” Dikhususkan ketika mas lanjut usia
karena ini adalah masa di mana keduanya sangat membutuhkan baktinya
karena perubahan kondisi pada keduanya yang melemah faktor usia yang tua.
Karena keduanya dalam kondisi ini telah menjadi tanggung jawab anaknya.
Keduanya sangat membutuhkan perhatian dari orang yang dulu pernah diurusinya
diwaktu kecil, yaitu dari anakanaknya.
Selain itu
juga masa yang lama berada bersama seseorang kadangkadang menimbulkan kebosanan
dan kejenuhan sehingga menstimulasi emosi terhadap keduia orang tuanya. Untuk
mengantisipasi situasi ini, maka dianjurkan agar sianak tetap berbicara dengan
baik dan lemah lembut terhadap kedua orang tuanya,dengan demikian dia akan
selamat dari segala cela dan aib. Maka Allah SWT berfirman: “Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan „ah‟ dan janganlah
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Orang
bahagia adalah orang yang segera menggunakan kesempatan untuk berbakti kepada
kedua orang tuanya agar tidak terkejar dengan kematian keduanya sehingga akan
menyesali semua itu. Sedangkan orang sengsara adalah orang yang durhaka kepada
kedua orang tuanya. Apalagi bagi orang yang telah sampai kepadanya perintah
untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Kedua belas
: Firman Allah SWT: “maka sekali kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan „ah‟.” Maksudnya, jangan katakan keduanya ucapan-ucapan yang di
dalamnya sekecil apapun yang menyedihkan. Dari Abu Raja‟ Al Utharidi,
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.” Mujahid berkata.”Artinya:Jika anda
,mendapatkan kedua orang tau dalam kondisi lanjut usia lalu ia buangt aiar
besardan aie kecil,maka janganlah anda keduanya lalu anda ucapkan ah.”[5]
Sedangkan maksud ayat ini lebih luas dari makna ini.
Uff dan tuff
adalah kotoran kuku,[6] dan juga dikatakan terhadap apaapa yang menggelisahkan
dan memberati. Al Azhari berkata,”Uff juga sesuatun yang snagat hina.dengan
kasratain sebagaimana macam-macam sauar yang di kasratain kan. Sedangkan
Abu Amru bun Al Ala‟berkata,”Uf adalah kotoran di sela-sela kuku sedangkan tuff
adalah potongannya.”
Az-Zujjaj
berkata.”Arti uff dalah busuk,”.
Para ulama
kuita berkata,”ucapan „ah‟ terhadap kedua orang tua adalah ucapan yang paling
hina karena dengan ucapan itu menolak keduanya dengan penolakan yang termasuk
kufur nikmat,kufur dan menolak wasiat AlQuran.
Ketiga belas
: firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membentak mereka.” An-Nahru : Membentak
dan berbicara kasar kepadanya.
“Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ” Maksudnya,yang lembut dan
indah. Seperti: Wahai bapakku dan hai ibuku,dengam tidak menyebut nama atau
julukannya.Demikian dikatakan oleh Atha‟.
Sedangkan
Ibnu Al Baddah[7] At-Tujibi berkata, “ Saya katakan kepada Said bin Al Musayyab
bahwa semua yang ada di dalam Al-Qur‟an mengenai berbakti kepada kedua orang
tua telah saya ketahui, kecuali firman-
Nya,” Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Apakah perkataan yang
mulia itu?. Ibnu Al Musayyab menjawab,”ucapan seorang hamba yang bersalah kepada
kedua orang tuanya yang kasar dan keras.”1187
Keempat
belas: Firman Allah SWT, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan .“ Ini adalah bahasa kiasan yang berkenaan dengan lemah lembut
dan kasih sayang serta merendah diri dihadapan kedua orang tua sebagaimana
rendah diri seorang rakyat terhadap seorang pemimpin sebagaimana di tunjukan
kepadanya oleh Sa‟id bin Al Musayyab. Hafsh mengambil gambaran dengan „sayap‟
dan menjadikannya rendah adalah serupa dengan sayap burung ketika merendahkan
sayap untuk anaknya.
Kelima belas
: Dan didalam ungkapan adalah untuk menjelaskan jenis. Maksudnya, sungguh
rendah diri adalah bagian dari rahmat yang kokoh bersemayam didalam jiwa. Dan
juga bisa untuk menunjukan tujuan akhir.
Kemudian Allah
SWT memerintahkan para hambanya agar berkasih sayang kepada orang tua mereka
dan mendo‟akan mereka. Hendaknya engkau menyayangi keduanya sebagaimana
keduanya menyayangimu dan juga lemah lembut kepada keduanya sebagaimana
keduanya lemah lembut kepadamu. Karena keduanya telah menolongmu ketika kamu
masih kecil, bodoh dan sangat membutuhkan sehingga keduanya mengutamakanmu dari
pada diri mereka sendiri. Keduanya begadang dimalam hari, keduanya lapar demi
mengenyangkanmu,keduanya berpakaian compang-camping demi memberikan pakaian
untukmu, maka kamu tidak akan bisa mebalas kebaikan keduanya kecuali ketika
keduanya telah lanjut usia sampai batas usia mereka tidak berdaya seperti kamu
masih kecil,lalu kamu mengurusinya dengan baik sebagaimana keduanya telah mengurusmu
dengan baik pula. Dengan demikian kedua orang tua memiliki hak untuk
diutamakan.
Keenam belas
: Firman Allah SWT: “sebagaimana mereka berdua telah mendidiku.” Pendidikan
secara khusus disebutkan agar para hamba ingat bahwa kasih sayang kedua orang tua
dan kelelahan kedua orang tua adalah dalam mendidik. Sehingga hal itu dapat
menambah kasih sayang dan sikap lemah lembut kepada keduanya. Semua ini untuk
kedua orang tua yang mukmin.
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduaduanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”.
Berdasarkan
ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir
al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi
bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua
tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said
Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak,
sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik
kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap
orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan
juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke belakang
untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya. Jadi mempelajari cara
orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal pertama
yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua
untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran
ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak
dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat
ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang
dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Dengan
demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi wajib
dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya. Ihsan
orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, dan
perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat
bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan
didikan yang akan diberikan kepadanya.
Hal kedua
yang dapat dijadikan konsep pendidikan emosional anak adalah :
Kondisi
lemah anak yang masih kecil dalam asuhan orang tua sama halnya dengan kondisi
orang tua yang telah tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah mewajibkan anak
untuk berbuat baik kepada orang tua sebagai balasan orang tua yang telah
memperlakukan anak dengan baik dan susah payah ketika anak kecil, maka secara
otomatis orang tua juga dituntut hal yang sama yakni memperlakukan anak dengan
baik; tidak bersikap yang menunjukkan kebosanan dan kejemuan secara lisan
maupun bahasa tubuh. Berkaitan dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak
mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan
kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih
sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan
perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada
ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap
apa yang dirasakan oleh orang tuanya, apalagi ketika orang tua telah
renta.
Memperlakukan
anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya membantu anak
berkembang dengan positif tetapi juga memudahkan orang tua untuk mengontrolnya.
Di saat orang tua bersikap lemah lembut dan sayang kepadanya, maka anak
tersebut akan mudah untuk diajak kerjasama dan akan bersikapmenurut.
Memperhatikan aspek psikologis anak dapat diwujudkan dengan sikap dan
perkataan. Allah mewajibkan anak untuk berkata lemah lembut dan tidak
menghardik orang tua ketika mereka telah pikun karena orang tua telah berlaku
sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik anak. Dengan demikian orang tua
juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan dan tidak menghardik anak.
Anak kecil
yang belum bisa berpikir rasional dan logis sama halnya seperti orang tua yang
telah pikun. Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan dunianya. Misalnya
anak kecil mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut daya nalar anak apa
yang dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun hal demikian belum
tentu logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam hal ini orangtua
perlu bersikap sabar. Penghinaan dan celaan adalah tindakan yang dilarang dalam
pendidikan, sekalipun terhadap bocah kecil yang belum berumur satu bulan. Anak
bayi sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan orang tua tidak senang dan
tidak menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih tersirat dalam hati orang
tua, lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
Sikap orang
tua dalam menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil memerlukan kesabaran dan
tutur kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata yang baik bisa diwujudkan
seiring dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada kesabaran dalam diri orang
tua tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar tanpa terkendali. Dan
perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak, walaupun menurut orang tua
semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan oleh anak bahwa kata-kata
yang tidak lemah lembut merupakan bukti ketidaksenangan orangtua
terhadapnya.
Pengendalian
tutur kata agar selalu terucap yang baik merupakan bentuk kesabaran dan
penghargaan orang tua terhadap anak. Ada sebagian keluarga di mana orang tua
selalu menggunakan perkataan kotor ketika berbicara dengan anak-anak mereka.
Padahal pada setiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat akan tergantung
pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan oleh ayah dan ibu
kepada putra putrinya. Membiasakan anak bersikap sopan santun dalam berbicara adalah
tugas orang tua, karena anak mengambil dan belajar dari kedua orang tuanya.
Jika kedua orang tuanya tidak memiliki cara yang benar dalam berbicara, maka
mereka berdua tidak akan mampu mengajari anak-anak mereka sama sekali.
Qaulan
karima merupakan perkataan yang baik, lembut dan memiliki unsur menghargai
bukan menghakimi. Dengan demikian anak akan bisa menilai kadar keperdulian
orang tua terhadap dirinya melalui perkataan yang didengarnya. Di samping
memberikan dampak secara psikologis, gawl karim juga menjadi acuan bagi anak
untuk mengikuti pola yang serupa. Sebagai konsekuensinya anak berbicara dengan
perkataan yang baik kepada orang tua sehingga akan terjalin ikatan emosional
antara anak dan orangtua.
Kasar dan
caci maki, sebagai kebalikan dari pendapat di atas, akan membuat anak terbiasa
dengan kata-kata tersebut. Terbiasa di sini dimaksudkan bahwa ketika orang tua
melontarkan cacian kepada anak sebagai tanda marah, anak tidak akan
menghiraukan lagi.
Dan
membentak anak sekalipun ia masih sangat kecil, berarti penghinaan dan celaan
terhadap kepribadiannya sesuai kepekaan jiwanya. Dampak negatif ini tumbuh dan
berkembang hingga menghancurkan kepribadian dan mengubah manusia menjadi ahli
maksiat dan penjahat yang tidak lagi peduli dengan perbuatan dosa dan
haram.
Melalui kata
yang baik, bijak dan juga pujian, anak akan merasa dihargai dan keberadaannya
di antara anggota keluarga menjadi berarti. Seberapapun tinggi pendidikan dan
juga pengetahuan yang diperoleh orang tua tentunya orang tua tidak bisa memandang
segala sesuatunya dari sudut pandangnya sendiri. Sebab anak yang masih kecil
belum mampu menjangkau pemikiran orang tua. Dengan demikian orang tua dalam
usaha mendidik dan mengarahkan anak berusaha untuk memposisikan diri pada sudut
pandang anak yang masih kecil tersebut kalau tidak akan selalu terjadi
ketegangan. Dan sebagai konsekuensinya perkataan tidak baik akan ditangkap oleh
anak .
Berkaitan
dengan cara pandang orang tua yang berbeda dengan anak kecil, di sini perlu
dirujuk kembali pendapat al-Tabariy yang menyatakan bahwa anak harus membiarkan
apa yang dicintai dan diingini oleh kedua orang tua ketika keduanya dalam
asuhannya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Anjuran untuk membiarkan apa
yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan untuk menjaga perasaan keduanya,
agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
Hal demikian
juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu terlalu
protektif dengan lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada
membolehkan. Apabila orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan
dilakukan oleh anak, anak akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter,
kejam dan tidak memahami perasaan serta kemauannya. Dan juga anak akan
cenderung tidak berani bertindak. Jika hal demikian terjadi maka kreativitas
anak akan hilang dan anak tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang
tua. Oleh karena itu orang tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak
melarang apa yang akan dilakukan oleh anak selama tidak membahayakan dirinya
dan juga selama tidak keluar dari norma-norma islami. Selanjutnya, setelah
berbuat ihsan dan berkata dengan qawl karim kepada anak, orang tua juga
dianjurkan untuk mendo‟akan anak seperti Allah menganjurkan anak untuk mendo‟
akan orang tua dalam akhir ayat 24 surat al-Isra‟ tersebut. Sebab mendo‟akan
anak merupakan bagian bentuk tanggung jawab orang tua kepada generasi
penerusnya, yang tidak ingin melihat mereka sebagai generasi yang amburadul,
loyo dan tidak mengerti akan tanggung jawabnya.
Sebagaimana
Rasulullah Saw pernah mendo‟akan cucunya Hasan dan Husain. Hadith tersebut
adalah sebagai berikut: Artinya: Ya Allah, kasihilah mereka berdua, sebab aku
mengasihinya pada intinya merupakan perintah kepada anak untuk mendo‟akan kedua
orang tuanya. Namun penggalan ayat tersebut merupakan keyword dari keseluruhan
konsep interaksi edukatif pada aspek emosional antara orang tua dan anak. Orang
tua berhak mendapatkan Ihsan, qawlan karima dan juga rahmah seperti yang
terdapat pada penggalan ayat tersebut, apabila ia telah berbuat hal yang sama
terhadap anak terlebih dahulu.
Hal ini
dapat dipahami dari kata kama rabbayani shaghira. Dan dalam kata tersebut
terkandung unsur cause and effect atau causalitas. Kata rabbayani dalam
penggalan ayat tersebut merupakan akumulasi dari sikap Ihsan, qawlan karlma dan
juga rahmah orang tua terhadap anak. Singkatnya sikap orang tua terhadap
anak berdasarkan konsep pendidikan emosional yang terdapat dalam surat al-Isra‟
23-24 adalah dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak,
bersikap lemah lembut, berkata dengan perkataan yang baik, dan tidak memaksakan
kehendak orang tua sebab dunia anak dan orang dewasa itu berbeda atau dengan
kata lain orang tua memberikan kelonggaran bagi anak untuk berkreativitas
selama tidak menyimpang dari ajaran agama. Serta mendo‟akan anak agar Allah
senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap anak. Sikap orang tua terhadap
anak tersebut memerlukan kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar. Orang tua
yang telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan mengarahkan anak agar
menjadi anak yang shalih berhak mendapatkan do‟a seperti yang disinyalir oleh
Allah dalam firman-Nya
Artinya: Dan
ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil. (Al-Isra‟:24).
Komentar
Posting Komentar